Langsung ke konten utama

Ruang Kosong



Aku bukan kamu
Kamu bukan aku
Aku bukan mereka
Mereka bukan aku

Apa arti hidup yang sebenarnya ?
Mandiri atau hanya mengikuti
Berdiri atau untuk tertidur kembali ?

Apa maksud Tuhan menciptakan manusia ?
Abadi atau hanya untuk mati
Berlari atau setelah itu berhenti ?

Apa yang kalian lakukan bila telah mati ?
Menunggu atau hanya bisa diam terpaku
Ataukah mematung melihat tubuh digerogoti belatung ?

Kepada siapa aku harus meraung?
Si tuli.
Siapa yang bisa melihat keberadaanku ?
Si buta.
Siapa yang mau bicara denganku ?
Si bisu.

Siapakah hidup ?
Siapakah mati ?
Dimana tempat cahayaku takkan tedup ?
Dimana aku akan abadi ?


Kekurangan menjadi kelebihan. Omong kosong.
Kematian menjadi kelahiran kembali. Dongeng indah.
Kemanakah aku akan pergi ?
Pergi dan tak akan mungkin kembali
Apakah hidup hanya untuk mati ?
Atau menderita dengan segala ketidaksempurnaan yang ku miliki ? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAU MEMBAKARKU BERKALI – KALI

Aku pernah tinggal di buku  catatan harianmu dan kau bakar  di kaki pohon mangga di samping  kamar tidurmu. Kau kembalikan  aku jadi pohon dan aku semakin  mencintaimu. Aku ranting yang kemarin sore  kau potong karena menyentuh  kaca jendelamu. Akan kau dengar  aku tidak berhenti mengucapkan  namamu ketika apimu menghabisi  tubuhku sekali lagi. Kelak aku adalah rumput yang  mencium telapak kakimu ketika  kau kelelahan menjemur pakaian  anak – anakmu yang nakal. Buat apa kuserahkan hidupku  kepada hal – hal lain,  jika cinta juga  bisa membunuhku.  Berkali – kali dan  berkali – kali lebih perih.  ~M. AAN MANSYUR 

PUISI TIDAK MENYELAMATKAN APAPUN

Puisi tidak menyelamatkan apapun, namun memberi keberanian membuka jendela dan pintu pda pagi hari.  Menyeret kakiku menghadapi dunia yang meleleh  di jalan – jalan kota yang tidak berhenti berasap. Puisi tidak menyelamatkan apapun, namun dari matanya  kulihat seekor anjing berjalan menuntun seorang pria tua  buta ditaman. Dari hidungnya kuhirup ladang – ladang jauh  yang tumpah sebagai parfum mahal dipakaian orang asing.  Dari telinganya kusimak musik dari getar senar gitar para  imigran bernasib gelap. Puisi tidak menyelamatkan apapun, namun jari – jarinya  menyisir rambutku yang dikacaukan cuaca. Sepasang  lengannya memeluk kegelisahanku. Tubuh ayahku  kumakamkan di punggungnya yang bersayap. Tanah  kelahiranku memanggil – manggil di suaranya  yang sayup.  Dan di lembab bibirnya kukecap senyummu  berulang kali setiap redup dan berharap.  ~M. AAN MANSYUR

DIJALAN MENUJU RUMAH

Di jalan menuju rumah, aku tidak mampu  membedakan antara pagi yang lumrah  dan sore yang merah bagai kesedihan  pecah di sepasang matamu. Aku tidak mampu membedakan: kilau  lampu – lampu merkuri ditepi jalan  dan perkara yang tidak bernama  dalam diriku. Aku tidak mampu membedakan: suara   yang memanggil – manggil harilalu  dan beku udara yang menggigil  di tulang – tulangku. Aku tidak mampu membedakan,  apakah bayanganmu yang datang  atau tubuhku yang pulang ~M. AAN MASYUR