Puisi tidak menyelamatkan apapun, namun
memberi
keberanian membuka jendela dan pintu pda pagi hari.
Menyeret kakiku
menghadapi dunia yang meleleh
di jalan – jalan kota yang tidak berhenti
berasap.
Puisi tidak menyelamatkan apapun, namun
dari matanya
kulihat seekor anjing berjalan menuntun seorang pria tua
buta
ditaman. Dari hidungnya kuhirup ladang – ladang jauh
yang tumpah sebagai parfum
mahal dipakaian orang asing.
Dari telinganya kusimak musik dari getar senar
gitar para
imigran bernasib gelap.
Puisi tidak menyelamatkan apapun, namun
jari – jarinya
menyisir rambutku yang dikacaukan cuaca. Sepasang
lengannya
memeluk kegelisahanku. Tubuh ayahku
kumakamkan di punggungnya yang bersayap. Tanah
kelahiranku memanggil – manggil di suaranya
yang sayup.
Dan di lembab
bibirnya kukecap senyummu
berulang kali setiap redup dan berharap.
~M. AAN MANSYUR
Komentar
Posting Komentar