Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

MENGUBUR DIRI BERSAMA JUNI

“Pada akhirnya, kamu hanya perlu mensyukuri apapun yang kamu miliki hari ini. Walaupun yang kau tunggu tak pernah datang. Walaupun yang kau perjuangkan tak pernah sadar dengan apa yang kau lakukan. Nikmati saja. Kelak, dia yang kau cintai akan tahu, betapa kerasnya kau memperjuangkannya. Betapa dalam rasa yang kau simpan kepadanya. Dia hanya pura – pura tidak tahu, atau mungkin tidak mau tahu sama sekali. Tidak usah hiraukan. Jika sampai hari ini kau masih memperjuangkannya, dan masih menunggunya, tidak masalah. Tidak ada salahnya dalam memperjuangkan cinta yang kau rasa. Tapi satu hal yang mungkin bisa kau renungkan. Menunggu ada batasnya. Dan kau akan tahu kapan harus berhenti dan mulai berjalan lagi. Meninggalkan tempat dimana kamu pernah berjuang sepenuh hati, tapi tak dihargai.“ ~Boy Chandra Teruntuk Juni yang paling kucintai, Pada persimpangan juni tahun ini, mungkin adalah juni terakhir dalam hidupku. Kau ingat ketika tuhan menyatukan kita. Maksudku mempertemukan ...

REMAJA LAKI - LAKI DIATAS FLYOVER

Detik melangkah bersama detak Dingin bernyanyi bersama anghin Waktu berlari bersama laju Menelisik lampu merah kota Remaja laki – laki diatas flyover Batik biru dan celana putih penyeka keringat Melamun pehuh pengharapan Berpacu bersama bayangan Orang – orang asing itu buta. Tak melihat ada yang tertinggal diatas Remaja laki – laki diatas flyover Hanya butuh tiga ribu rupiah Untuk berangkat sekolaH Pulogebang, 02 Juni 2016

CINTA MELUKIS PERIH

Cinta pulang bersama angin yang mendesir Melukiskan senyum indahmu diatas pasir Rindu tak akan pernah bisa terusir Rasa sakit telalu indah terukir Cinta datang bersama ombak yang mengalun Meritmekan melodi indah mengalun Rasa tak akan pernah mampu melamun Hati terlampau rapuh menahun Cinta datang bersama pasang Menggenggam tangan tank membiarkannya untuk pulang Cinta pergi bersama surut Meninggalkan hati yang dibiarkan sakit terlarut  Anyer, o3 juni 2016

SECANGKIR KOPI DIATAS MERCUSUAR

Laut tidak selalu basah Pasir tidak selu kering Batas memaksa tubuh membentangkan tangan di atas karang. Angin menyapa hati membawa rasa Pantai adalah memori Pengingat luka tergores pasang Pantai adalah episentrum hati Menyimpan kenangan hilang terbawa surut Horison senja menikmati secangkir kopi di atas mercusuar Ombak mengamuk, hitam menghitam Kopi tidak selalu panas Dan dingin, selalu memori Anyer, 03 Juni 2016

DI TEMPAT JAUH TIDAK ADA MASA LALU

Tidak ada masa lalu. Hidup adalam musuh. Kau  bangun menemukan hari yang ingin kau hapus  menunggu di depan pintu, seperti sepasang sepatu  yang harus kau kenakan ke tempat kerja. Wajah –  wajah yang melewati jalanan sibuk itu separuh  asing. Separuh milik seorang yang akan tidur dikota  yang menjauh dan terus mengabur digerus  kabar buruk. Andai saja perihal yang tersimpan dalam benak  mengetuk ingatan hanya bila dibutuhkan–  s eperti seseorang datang menghantar sekotak  pizza ketika kau lapar dan cuma ada tumpukan  p iring kotor didapur. Di tempat jauh tidak ada masa lalu.  Jarak anatara kenangan dan masa depan  ialah keterpisahan laut dan kalut di dada  yang berusaha tidak meluap di mata. Tapi kau  tidak pernah tahu: siang ini langit akan baik – baik  saja atau badai datang menyerang sekali lagi.  Kau tidak akan pernah tahu. ~M. AAN MANSYUR

PUISI TIDAK MENYELAMATKAN APAPUN

Puisi tidak menyelamatkan apapun, namun memberi keberanian membuka jendela dan pintu pda pagi hari.  Menyeret kakiku menghadapi dunia yang meleleh  di jalan – jalan kota yang tidak berhenti berasap. Puisi tidak menyelamatkan apapun, namun dari matanya  kulihat seekor anjing berjalan menuntun seorang pria tua  buta ditaman. Dari hidungnya kuhirup ladang – ladang jauh  yang tumpah sebagai parfum mahal dipakaian orang asing.  Dari telinganya kusimak musik dari getar senar gitar para  imigran bernasib gelap. Puisi tidak menyelamatkan apapun, namun jari – jarinya  menyisir rambutku yang dikacaukan cuaca. Sepasang  lengannya memeluk kegelisahanku. Tubuh ayahku  kumakamkan di punggungnya yang bersayap. Tanah  kelahiranku memanggil – manggil di suaranya  yang sayup.  Dan di lembab bibirnya kukecap senyummu  berulang kali setiap redup dan berharap.  ~M. AAN MANSYUR

DIJALAN MENUJU RUMAH

Di jalan menuju rumah, aku tidak mampu  membedakan antara pagi yang lumrah  dan sore yang merah bagai kesedihan  pecah di sepasang matamu. Aku tidak mampu membedakan: kilau  lampu – lampu merkuri ditepi jalan  dan perkara yang tidak bernama  dalam diriku. Aku tidak mampu membedakan: suara   yang memanggil – manggil harilalu  dan beku udara yang menggigil  di tulang – tulangku. Aku tidak mampu membedakan,  apakah bayanganmu yang datang  atau tubuhku yang pulang ~M. AAN MASYUR

KAU MEMBAKARKU BERKALI – KALI

Aku pernah tinggal di buku  catatan harianmu dan kau bakar  di kaki pohon mangga di samping  kamar tidurmu. Kau kembalikan  aku jadi pohon dan aku semakin  mencintaimu. Aku ranting yang kemarin sore  kau potong karena menyentuh  kaca jendelamu. Akan kau dengar  aku tidak berhenti mengucapkan  namamu ketika apimu menghabisi  tubuhku sekali lagi. Kelak aku adalah rumput yang  mencium telapak kakimu ketika  kau kelelahan menjemur pakaian  anak – anakmu yang nakal. Buat apa kuserahkan hidupku  kepada hal – hal lain,  jika cinta juga  bisa membunuhku.  Berkali – kali dan  berkali – kali lebih perih.  ~M. AAN MANSYUR 

MENIKMATI AKHIR PEKAN

Aku benci berada diantara orang- orang yang bahagia. Mereka bicara  tentang segala sesuatu, tapi kata- kata mereka tidak mengatakan  apa-apa. Mereka tertawa dan  menipu diri sendiri menganggap  hidup mereka baik-baik saja.  mereka berpesta  dan membunuh  anak kecil dalam diri mereka. Aku senang berada diantara  orang –orang patah hati.  Mereka tidak banyak bicara, jujur,  dan berbahaya. Mereka tahu apa  yang mereka cari. Mereka tahu  dari diri mereka ada yang telah  dicuri. ~M. AAN MANSYUR 

Empat Mata

"Hal yang paling membahagiakan dalam hidup ini adalah ketika kita yakin bahwa kita dicintai orang yang kita cintai."  Daun – daun mengalun diiringi musik matahari. Ranting – ranting menari indah bersama akar yang terus menancapkan tombaknya. Kita bertemu di persimpangan  jalan yang sulit ku mengerti. Kedua pasang bola mata kita saling bertentangan. Matamu menelisik tajam menusuk rongga - rongga dan setiap sel serta jaringan yang menyusun tubuhku. Jujur, aku tak kuasa menatap mata pisau yang menggoyakan setiap ruang dalam hatiku. Sekali lagi, benar - benar tak kuasa.  Tatapan kita mengabur ketika bel sekolah terdera. ingin rasanya lebih lama aku untuk berada di sampingmu. Aku masih ingin mendengar suara detak jantungmu di samping detak jantungku yang terus berpacu. Aku masih ingin menatap setiap guratan surgawi pada garis yang melintang  di bibirmu. Ketika langkah kita berderap saling menjauh, ketika itu pula detak jantungku berhenti berlari, dan saat it...

Ada Apa Dengan Cinta ?

perempuan datang atas nama cinta bunda pergi karna cinta digenangi air racun jingga adalah wajahmu seperti bulan lelap tidur di hatimu yang berdinding kelam dan kedinginan ada apa dengannya meninggalkan hati untuk dicaci lalu sekali ini aku melihat karya surga dari mata seorang hawa ada apa dengan cinta tapi aku pasti akan kembali dalam satu purnama untuk mempertanyakan kembali cintanya. bukan untuknya, bukan untuk siapa tapi untukku karena aku ingin kamu saja  ~~Rako Prijanto

Aku Ingin Bersama Selamanya

Ketika tunas ini tumbuh, serupa tubuh yang mengakar. Setiap nafas yang terhembus adalah kata. Angan, debur dan emosi bersatu dalam jubah berpautan. Tangan kita terikat… Lidah kita menyatu… Maka setiap apa yang terucap adalah sabda pendita ratu. Hahhh... Di luar itu pasir… Di luar itu debu… Hanya angin meniup saja lalu terbang hilang tak ada. Tapi kita tetap menari, menari cuma kita yang tahu. Jiwa ini tandu… Maka duduk saja… Maka akan kita bawa ... Semua… Karena kita adalah satu ~~Rako Prijanto

Tentang Seseorang

Ku lari ke hutan, kemudian menyanyiku Ku lari ke pantai, kemudian teriakku Sepi-sepi dan sendiri Aku benci Aku ingin bingar, Aku mau di pasar Bosan Aku dengan penat, Dan enyah saja kau pekat Seperti berjelaga jika Ku sendiri Pecahkan saja gelasnya biar ramai, biar mengaduh sampai gaduh, Ada malaikat menyulam jaring laba-laba belang di tembok keraton putih, Kenapa tak goyangkan saja loncengnya, biar terdera Atau aku harus lari ke hutan lalu belok ke pantai?  ~~Rako Prijanto

MENGHITUNG AKSARA SEPI

MENGHITUNG AKSARA SEPI  Lin Hana Sepanjang kebisuan Aku menghitung aksara-aksara sepi Di rambutmu yang terjuntai Pekat memilin sunyi Mungkin, diam adalah penawar yang paling mujarab Melepas kerinduan Kala waktu menyadarkan Tak akan ada penghabisan dan kepuasan Melainkan jarum waktu makin lekat pada keresahan Sebab percakapan kita melulu terdekte pada kekosongan Di halaman malam Lembar kenangan bergerak pelan Mengawasi jejak-jejak puisiku yang teruntai Menyeretnya pada segala macam rasa terdalam Sudahlah, aku pinta kita gegas berkata Sebelum segala kerinduan berkelindan Menjelma keresahan yang   lebih   legam **Penulis adalah anggota FAM dari Jember Annuqayah Lubangsa, Madura 11 Juni 2012

Aku hanyalah aku

Aku cemburu pada detak jam Yang menjadi pengingatmu saat lengah Aku cemburu pada sinar bulan Yang selalu menemanimu dalam gelap Aku cemburu pada apa yang kau kenakan Yang selalu ada bersama jejak dan langkahmu Aku cemburu pada udara yang kau hirup Yang mejadi energi dalam detak jantungmu Aku cemburu pada dia Yang mengisi ruang hatimu yang kosong Aku bukan jam Aku bukan bulan Aku bukan udara yang kau hirup Aku bukan apa yang kau kenakan Dan aku bukan dia. Aku hanyalah aku yang mencintaimu dalam diam Aku hanyalah aku yang menjagamu dalam sepi

Ruang Kosong

Aku bukan kamu Kamu bukan aku Aku bukan mereka Mereka bukan aku Apa arti hidup yang sebenarnya ? Mandiri atau hanya mengikuti Berdiri atau untuk tertidur kembali ? Apa maksud Tuhan menciptakan manusia ? Abadi atau hanya untuk mati Berlari atau setelah itu berhenti ? Apa yang kalian lakukan bila telah mati ? Menunggu atau hanya bisa diam terpaku Ataukah mematung melihat tubuh digerogoti belatung ? Kepada siapa aku harus meraung? Si tuli. Siapa yang bisa melihat keberadaanku ? Si buta. Siapa yang mau bicara denganku ? Si bisu. Siapakah hidup ? Siapakah mati ? Dimana tempat cahayaku takkan tedup ? Dimana aku akan abadi ? Kekurangan menjadi kelebihan. Omong kosong. Kematian menjadi kelahiran kembali. Dongeng indah. Kemanakah aku akan pergi ? Pergi dan tak akan mungkin kembali Apakah hidup hanya u n tuk mati ? Atau m enderita dengan segala ketidaksempurnaan yang ku miliki ? 

Apa Yang Salah ?

Apa ada masalah dengan cinta ? Ketika diriku tak bisa merasakannya  Apa ada yang salah dengan rasa ? Ketika lidahku kelu untuk mengatakannya Apa ada masalah dengan hati ? Ketika aku tak merasakan hadirmu disisi Apa ada yang salah dengan hidup ? Ketika cahaya mentari mulai redup Apa ada masalah dengan jarum jam ? Ketika tak lagi menunjukan detak dalam detiknya. Apa ada masalah dengan benang ? Ketika tak bisa menyatukan hati yang patah Apa ada masalah dengan inderamu ? Ketika tak bisa meraba getar dalam jantungku Apa ada masalah dengan langkah ? Ketika berhenti bukan karena lelah Apa ada yang salah dengan topan ? Ketika geraknya dihancurkan hujan Apa ada masalah dengan rindu ? Ketika semua harapan telah membeku Apakah ada masalah dengan jalan pulang ? Ketika jiwa ini perlahan hilang Apa ada yang salah dengan napas ? Ketika keping – keping hati mulai lepas Apa ada yang salah dengan bumi ? Ketika d...

Garis Lengkung Tak Berujung

Aku berada di garis lengkung tak berujung Aku didalam Kau di luar Aku tak bisa keluar. Begitu pun juga kau Tak ada patah disetiap goresannya Aku mendekat Terbentur garis cakrawala Menggenggam tangamu. Menetang takdir Aku ingin keluar dari garis lengkung tak berujung Tapi apa daya ? Hidupku tergagas dari sini Aku ingin menghindar dari garis lengkung tak berujung Tapi tak akan mungkin Kematian saja tak akan bisa Pada garis lengkung tak berujung Aku tak berarti apa – apa Kosong tanpa isi Hilang dari semesta Garis lengkung tak berujung Membawa ku pada kerasnya khatulistiwa Garis lengkung tak berujung Membawa aku pada kebisuaan 

Aku Ini Penantang Maut

Aku ini penantang maut Dari kumpulan koloni yang hilang Aku ini penentang takdir Dari hancurnya ekosistem yang terbuang Aku ini pembangun istana pasir Tersapu ombak garis pantai Aku ini petualang hidup Berjalan pada gelapnya lorong yang sempit Biar belati menyayat kulitku Tubuh ini akan tetap berdiri Tak akan jatuh Tak akan tumbang Aku bukan malaikat Tapi aku tuhan Tuhan atas diriku sendiri Aku ini penentang maut Dalam lingkaran kuasa tuhan

Sendiri sepi

Meringkuk, sendiri Menangis, sepi Terik membakar kulit Kulit menyentuh hati Tulang jadi bara Bara jadi abu Aku siapa ? Penembus cakrawala, bukan. Manusia paradoks, apalagi. Dalam kerlip bintang, aku terpejam Dibawah sinar rembulan, aku terdiam Aku. Asteroid dalam galaksi Manusia penentang ironi Dalam imaji nebula aku bernyanyi Di permadani  savana, aku menari 

Luka

Aku memeluk bayanganmu dalam gelap Mengayunkan pena tergores samar namamu Dengan tinta kelam menembus kertas hitam Menenggelamkan hati pada garis khatulistiwa Aku merengkuh tanganmu kau malah berlari Aku menggenggam hatimu kau bilang tak peduli Aku mendengar detak jantungmu kau mendengar detak arloji Aku berteriak namamu kau terdiam dalam sepi Kau bisu terdiam seribu bahasa Kau buta tak melihat keberadaananku Kau tuli tak mendengar kicauku Kau keram, terdiam kaku tak bergeming Dalam angan – angan aku mengerti Hanya bangangmu menyinggahi hati Tubuhku tersungkur luka meratapi Hati ini yang dihujani belati